Senin, 16 Agustus 2010

TENTANG RINDU


Lebar kurentang tangan
Jauh mengembang
Tinggi mengawang dan terbang
Bak rindu asmara yang melanglang dan kembali jua ke sarang
O Ibu...
Terimalah aku pulang


1001 masa kelahiran aku habiskan dalam gelapnya hutan belukar
Ibu memberiku kesempatan lagi 'tuk mengarap lagi ladang
Ku pilah-pilah kini palawijanya dari ilalang
Ini...
Memang bukan hasil panen yg pertama
Hasil panen yg dulu-dulu telah sia-sia untuk foya-foya
Bodohnya aku...
Tapi hasil panen yang ini adalah hasil panen pilihan
Hasil panenku belajar a b c kehidupan
Panen Raya ini kupersembahkan pada Ibu
Semoga Ibu berkenan


Tiada lagi kupikirkan pahala dan syurga
Kerinduan pada Ibu membuatku lupa segala
Suka atau duka...
Jadinya sama
Biarlah keramaian menganggapku selalu memuja dan berdo'a
Nyatanya aku hanya sedang berbincang saja dengan Ibu
Dunia meracau ngalor-ngidul tak keruan
Aku tetap duduk tenang mendengar Suara Ibu


Bersama para pecinta yg sibuk berkarya
Semangatku bisa menyala-nyala
Akupun senang
Hatiku girang


Duhai...
Tak pernah kurasakan kegirangan kaya' gini
Tak pernah pula hatiku segembira saat ini
Alhamdulillah...
Halleluya...
Sang Guru yang memandu pulang selalu di depan mata
Mana Ibu mana Guru
Aku bertemu keduanya yang sama
Kesedihan terdalam adalah saat terpisah dari-Nya
Rasa rindu bisa menyayat hatimu dengan kejam
Lalu mengiris-iris perasaanmu secara brutal dan sadis
Kebekuan saat penantian bisa menjadi masa yang seolah tiada berakhir
Kapan lagi darshan?


Diantara hiruk pikuknya dunia
Bila masih mengharapkan pemahaman dari dunia kau pasti kecewa
Hati yang kecewa tak sebanding dengan lenyapnya akal sehat
Biarlah disangkanya kau hilang kewarasan
'Kan memang sudah pula kau serahkan kewarasanmu pada Ibu
Tiada lagi beban yang tertahan
Amboiiiiiiiii...
Menarilah lepas oh jiwaku
Tertawalah dengan bebas
Atau menangis sejadi-jadinya


Tapi hanyalah kerinduan pada Ibu
Yang bisa membuatmu menangis dalam tawa dan tertawa dalam kau menagis


Disaat belenggu pikiranpun lepas
Aku bertemu Ibu
Tapi entah sampai berapa lama
Itu tak 'kan bisa mengobati kerinduan kalbu
Bagi para pecintapun setiap saat juga saat-saat yang 'trus dicekam rindu
Sebelum akhirnya bersatu
Bak rindu asmara yang melanglang dan kembali jua ke sarang
O Ibu...
Terimalah aku pulang

Minggu, 15 Agustus 2010

Tentang Anak

Tentang Anak

by Teguh Haryanto on Sunday, July 4, 2010 at 10:29am
17. Ketahuilah anakku… bahwa adamu dan adanya Tuhan tidak dapat dipisah-pisah. Kemudian berkatalah anak, “Belum bapak, arti sejati belum aku mengerti, semoga bapak memberi pengajaran.”

18. Sebelum kau terjadi pada jaman dahulu, adaku sudah ada. Nah, sekarang dalam dirimu adaku menjadi tiada(lenyap), adamu mandiri. Kala aku masih seorang anak, rupaku bagus. Kini aku sudah menjadi tua, wajahku kempot perot. Masa mudaku sudah lewat.

21. Oleh karena itu anakku, perhatikanlah dengan seksama adamu dan bandingkanlah dengan adaku. Sejajarkan rupamu dengan rupaku. Sungguh ajaib, pada dasarnya merupakan sesuatu yang utuh, tetapi keutuhan itu sungguh terbelah menjadi dua.

25. Anakku, hendaknya pandanganmu seperti seorang yang luas pengetahuannya. Warna dan rupa yang dulu menjadi milikku kini tampak dalam dirimu. Masih adakah sesuatu yang tidak terdapat dalam dirimu? Hidup itu hanya satu hidup.

26. Ada itu sendiri yang menampakkan. Di mana adamu? Carilah dengan cepat. Bila kau mempunyai seorang anak, dimanakah adamu? Dalam segala keturunanmu, bagaimana kau hadir disana?


Uraian di atas adalah terjemahan secara bebas mengenai kesatuan dalam wujud dan kehidupan yang dapat dijumpai dalam Suluk Anak pada sebuah teks Dhandhanggula.

Membahas tentang anak-anak dan dunianya yang masih polos dan lugu seolah tak kan ada habisnya. Sebagaimana orang tua yang terkadang sering lupa bahwa yang anak-anak butuhkan adalah bermain dan bergembira. Maka dalam proses belajarpun dalam menanggani anak-anak, unsur-unsur permainan dan kegembiraan harus diutamakan.

Mimik dan raut muka kita semestinya seceria anak-anak. Saya kira anak-anak membutuhkan itu dari kedua orang tuanya untuk tumbuh menjadi anak yang percaya diri yang baik, berkembang imajinasinya, dan bersemangat. Dan yang terpenting adalah menjaga keceriaan mereka.

Orang tua, biasanya masih banyak yang memberi perhatian pada potensi anak-anak dalam konteks yang sempit. Nilai jelek anak di sekolah dianalogikan dengan kebodohan dan nilai bagus dianalogikan dengan kepandaian. Saya tidak mengatakan bahwa nilai tidaklah penting. Hal terpenting yang jauh lebih berharga adalah bahwa kita tidak boleh merampas keceriaan anak-anak dengan berbagai macam tekanan untuk sekedar mendapat nilai bagus. Biarkan anak-anak belajar dan mencapai prestasi secara alamiah. Belajar sambil bergembira, ceria. Karena dunia mereka memang keceriaan. Dan kebanyakkan dari orang tua malah ingin menarik dunia mereka kedalam dunia orang dewasa yang sangat serius dan penuh tekanan, daripada masuk ke alam dunia mereka yang penuh dengan keceriaan. Dunia anak adalah dunia bermain. Belajar lebih efektif ketika hati mereka tetap senang.

“Hargailah seorang anak. Jangan merasa diri lebih superior daripada dia karena itu tidak benar.” Robert Henri

Saya pernah membaca salah satu puisi Kahlil Gibran tentang anak,


Anakmu bukan milikmu
Mereka putra putri Sang Hidup yang rindu pada diri sendiri
Lewat engkau mereka lahir
Namun tidak dari engkau
Mereka ada padamu, tapi bukan hakmu

Berikan mereka kasih sayangmu
Tapi jangan sodorkan bentuk pemikiranmu
Sebab pada mereka ada alam pikiran sendiri
Patut kau berikan rumah untuk raganya
Tapi tidak untuk jiwanya
Sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan
Kau boleh berusaha menyerupai mereka
Namun jangan membuat mereka menyerupaimu
Sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur
Pun tidak tenggelam di masa lampau

Kaulah busur dan anak-anakmulah anak panah yang meluncur
Sang Pemanah maha tahu sasaran bidikan keabadian
Dia menantangmu dengan kekuasaan-Nya
Hingga anak panah itu melesat jauh serta cepat
Meliuklah dengan sukacita dalam rentangan tangan Sang Pemanah
Sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat

Sebagaimana pula dikasihi-Nya busur yang mantap




Upaya orang tua selayaknya adalah memfasilitasi anak-anak, mendampingi, menemani tumbuh kembang mereka. Seperti sebuah tunas pohon baru yang harus dijaga, dirawat, disirami, diberi pupuk dan dipagari agar selamat dari cuaca ganas atau binatang perusak tanaman.

SANGKAN PARAN DUMADI


'Sangkan' berarti asal, 'paran' berarti tujuan, dan 'dumadi' berarti makhluk, terutama manusia. Jadi, sangkan paran dumadi berarti asal dan tujuan hidup manusia.
Pandangan hidup jawa ini dapat dilihat dalam ungkapan yang terdapat dalam tembang Dhandanggula;

"Kawruhana sejatining urip
Manungsa urip ana ing donya
Prasasat mung mampir ngombe
Upama manuk mabur
Oncat saking kurunganeki
Ngendi pencokan benjang
Ywa kongsi kaliru
Upomo wong lunga sanja
Njan sinanjan nora wurung mesthi mulih
Mulih mula mulanira."

Artinya:

"Ketahuilah perihal hidup sejati
Manusia hidup di dunia
Ibarat hanya singgah untuk minum
Ibarat burung terbang
Lepas tinggalkan kurungan
Dimana nanti hinggap
Janganlah keliru
Ibarat orang bertandang
Saling tenggok toh akhirnya harus pulang
Pulang ke asal mula"

Dalam bait tembang jawa itu dikatakan bahwa hidup di dunia ini hanya sebentar, yaitu diibaratkan hanya singgah sebentar untuk minum. Karena itu orang jawa menyebut dunia ini sebagai alam madyapada, alam persinggahan yang terletak ditenggah antara alam purwa dan alam wasana. Tetapi alam purwa dan alam wasana pada hakikatnya adalah satu. Inilah makna yang dimaksud dalam bait terakhir "mulih mula mulanira", artinya kembali ke asal muasal.

"Saking pundit kawitane nguni
Manungsa kutu walang ataga
Kang gumelar ngalam kiye
Sayekti kabeh iku
Mesthi ana ingkang nganani
Yeku Kang Karya Jagad
Ingkang Maha Agung
Iku kang dadi sangkannya
Iya iku kang dadi paranireki
Sagunging kang dumadya".

Artinya:

"Darimana asal mulanya dulu
Manusia dan segala makhluk
Segala yang ada di alam ini
Sebenarnyalah semua itu
Pasti ada yang mengadakan
Yaitu pencipta alam semesta
Tuhan Yang Maha Agung
Itulah asal mula
Dan itulah pula tujuan akhir
Dari semua yang ada

Bait pertama menggambarkan singkatnya waktu hidup manusia, yaitu beberapa puluh tahun, suatu waktu yang sangat singkat dibandingkan dengan kontinum yang abadi. Inilah yang dimaksud dengan 'prasasat mung mampir ngombe'.

Sebagai pandangan hidup, sangkan paran dumadi itu tentu saja sangat mempengaruhi kehidupan orang jawa yang akan menjawab pertanyaan bagaimana manusia berhadapan dengan hakikatnya yang sebenarnya. Lalu apa atau ciapa sech hakikat manusia yang sejatinya…???
Silakan melakukan eksplorasi sendiri ke dalam diri masing-masing ya… Semoga bisa mencapai kestabilan batin yang gembira secara permanen. Wakakakakak… tentu saja perjalanan batin adalah perjalanan sunyi yang harus dilakukan sendiri-sendiri, tidak bisa… tidak dapat diwakilkan oleh orang lain.

Pandangan hidup jawa ini membuka jalan untuk masuk ke dalam batin sendiri. Dan semakin dalam kita masuk, maka kita akan semakin menyadari dasar illahi keakuan kita sendiri dan persatuan kita dengan semua makhluk… dengan semesta. Bagi orang jawa hal ini bukanlah merupakan teori klenik, tetapi berarti ia sungguh sampai pada suatu pengalaman yang lebih mendalam tentang diri-Nya sendiri.

TERIMA KASIH



Ucapan atau ungkapan ‘terima Kasih’ adalah ungkapan yang sangat luar biasa. Berarti kita menerima ‘Kasih’. Dalam apapun bentuk-Nya.

Tapi biasanya kita berterima Kasih karena mendapatkan suatu ‘yang kita anggap’ keuntungan buat kita. Jarang kita mengucapkan ‘terima Kasih’ atas ‘sesuatu yg kita anggap’ musibah atau ‘sesuatu yang kita anggap’ merugikan kita. Dan dari pengalaman saya, keuntungan dan kerugian hanyalah anggapan kita saja. Cuma perkiraan kita. Kita mengira sesuatu hal menguntungan kita dan kita mengira sesuatu hal lain merugikan. Itulah permainan mind yang masih sibuk menghitung untung dan rugi.

Kita jadi orang kaya dan lebih mudah berterima Kasih untuk hal itu, siapa bilang…? Anak orang kaya lahir jadi kaya. Dia sudah terbiasa dengan kekayaannya sampai bisa lupa untuk berterima Kasih atas fasilitas hidupnya yang mapan. Belum tentu juga kan!? Sialnya lagi kalau jadi orang miskin (lagi-lagi ini juga sebuah anggapan bahwa miskin itu kesialan :p). Tapi malah banyak juga saya temukan orang miskin adalah orang-orang yang pandai bersyukur, berterima Kasih. Dan kalau ada orang miskin dan tidak berterima Kasih atas kemiskinannya, bagaimana? Wajarkah itu? Hag hag hag :))

Kenyataannya bahwa Hidup adalah suatu misteri agung sudah tak dapat dipungkiri lagi. Dan saya nyakin bahwa kita selalu dalam posisi yang diuntungkan. Walau apapun anggapan kita tentang-Nya, rugi… untung… tetap saja kita selalu diuntungkan! Tentu lagi-lagi inipun sebuah anggapan. Setidaknya anggapan saya tentang Hidup. Anggapan yang lahir dari secuil pengalaman saya dalam menjalani Hidup yang tak kan pernah berakhir (anggapan lagiiii… mungkin jugakah Hidup ada akhirnya???) Kalau anda menganggap Hidup malah merugikan itupun anggapan anda. Kalau katanya (kate siape yeee?) kita berasal dari Dia, berjalan dalam Dia, dan akan kembai pada-Nya, berarti ngapain kita? Buang waktu saja! Atau jadi kelinci percobaan? Jadi mainan-Nya? Sehingga Dia bisa tertawa terkekeh-kekeh di atas singgasana-Nya? Kita rugi dong… Kecuali kalau kita suka kalau Dia tertawa. Kecuali kalau kita Cinta Dia, itu baru untung! Atau malah sudah tak memikirkan itu untung atau rugi.

Baru tadi pagi di sebuah kantor Kecamatan, seorang ibu mengucapkan terima Kasih pada petugas yang ‘melayani’nya dalam pembuatan KTP. Padahal saya tahu petugas kecamatan itu tidak ‘melayani’ sepenuh hati. Tidak ada senyum, dengan ekspresi yang datar. Belum lagi ibu tersebut masih kena denda karena keterlambatan masa berlaku KTP sebesar Rp250.000,- Tapi uluran tangannya untuk menyalami petugas dan senyumnya yang sangat ramah dengan sorot matanya yang menyala-nyala seperti mencairkan hati si petugas yang kaku tanpa ekspresi itu. “Terima Kasih, paaaak!” serunya . Eh eh eh… petugas kecamatan itu ketularan virus ceria ha ha ha ha walau masih agak wagu tur lucu

Saya menyaksikan keluguan rakyat yang bagi saya sangat spiritual tadi pagi. Terima Kasih… walau apapun yang terjadi. Saya nyakin ibu tersebut sangat untung dan dalam posisi yang beruntung karena ketulusannya berterima Kasih, hatinya dijauhkan dari perasaan ngresulo atau sakit hati… iya kan? Terima Kasih!

Selasa, 10 Agustus 2010

MATA ELANG

 

Andai saja mereka bersaksi bahwa tiada tuhan selain fulus
Tentu hilanglah kemunafikan atas mereka
Untungnya mata elang tak terkecoh dengan jubah
Dan tak takluk oleh takdir
Sehingga bisa menyerahkan kepercayaannya kepada para pembuat saksi palsu
Lalu mengandalkan nasib pada mereka

Tentunya kita lebih bergairah pada kebangkitan dan keluasan
Daripada menyerah pada fatwa
Amboi, jiwaku yang dilenakan
Janganlah kau silau karena penampilan seseorang
Janganlah kau cium itu tangan hanya karena yang empunya adalah anak cucu seorang avatar
Ke-avatar-an mestinya diperjuangkan, bukan warisan

Kalau kau tersilap dikarenakan jubahnya
Maka pasti kekuasaan atas dirimu sendiri akan terampas
Lalu akalmu ‘kan terbuang ke tanah
Itulah penyakit yang sangat mematikan
Yang sudah menyerang dalam sumsum

Hei, cepat… cepatlah bangkit
Bersegeralah bangkit, O jiwaku yang kesurupan dogma
Minumlah obat
Jangan patah arang
Setiap racun pasti ada penawarnya
Setiap racun pasti ada penawarnya

NUR (episode ke dua) : ADAKAH PERATURAN DALAM CINTA?



Alkisah ada seorang ayah yang sedang sakit dan berbaring lemah di dalam kamarnya. Sehingga keadaan itu membuat para putra-putrinya sangat sedih. Karena mereka sangat menyayangi ayah mereka. Ayah yang selalu mengajarkan pada mereka makna dan arti hidup. Juga yang mengajari mereka untuk berkarya tanpa pamprih dan agar selalu ceria dan berbagi keceriaan dengan orang lain.

Nur, salah satu dari anaknya bertekad untuk mencari obat ke pasar untuk mengobati ayahnya. Pembawaannya yang tenang dan santun malah dikritik oleh saudaranya. “Hei, Nur… untuk mendapatkan obat untuk ayah kita, kau tidak boleh hanya diam saja. Teriak-teriak dan berserulah dengan lantang bahwa kau sedang mencari obat apa.” Demikianlah saudaranya menegur Nur untuk bersuara. Dan Nur yang diam jadi bersuara lantang, “Obat, obat, obat,… obat, obat, obat,…!” Demikianlah akhirnya Nur berseru lantang di sepanjang jalan menuju pasar.

Tetapi di tikungan jalan Nur berjumpa dengan saudaranya yang lain. “ Hei, Nur… apa kau sudah gila?! Kau membuat kita semua malu. Kau berteriak di sepanjang jalan seperti orang gila. Kau tahu ayah kita sedang sakit… setidaknya kamu tenang dan jangan berisik!”
Teguran itu membuat Nur jadi sedih… tapi hanya untuk sebentar saja. Dia mengucapkan salam dan terima kasih kepada saudaranya karena telah berkenan untuk menegurnya. Nur tidak bertanya yang benar itu saudaranya yang pertama atau yang kedua. Bagi dia keduanya adalah benar. Keduanya mengungkapkan kasih mereka pada dirinya dari sudut pandang yang berbeda. Kebenaran itu seperti apa? Kebenaran itu apa? Nur jadi teringat ayahnya juga pernah bercerita tentang si Mulla Nasrudin dan anaknya yang mau menjual keledainya ke pasar. Cerita itu membuat Nur tidak jadi bersedih lagi. Tidak bisa bersedih karenanya. Dan Nur melanjutkan perjalanannya sambil meloncat-loncat menari dengan ceria. Nur tertawa. Air matanya membasahi pipinya. Nur bahagia. Di alam pikirannya Nur hanya melihat ayahnya dimana-mana.

Sampai di tikungan jalan lainnya Nur berjumpa lagi dengan saudara tertuanya. Saudaranya memarahinya, “hei Nur, teganya kamu menari-nari dan tertawa hahahaha hihihihi sedang ayah kita sedang sakit dan terbaring lemah di dalam kamarnya? Nur hampir saja shok dan kehilangan keseimbangan. Nur tersenyum. Kemudian Nur mencium tangan saudaranya dan meninggalkannya dengan semakin tertawa sejadi-jadinya, menari sebebas-bebasnya menuju pasar. “Hahahaha hihihihi… oh Ayah, kebenaran ini sungguh membingungkan. Sungguh membingungkan tapi selalu bisa membuatku tertawa… membuatku bahagia. Lucu. Kebingungan ini sungguh lucu! Mungkin juga kebenaran itu juga lucu. Hahahahaha!”

Sekembalinya Nur dari membeli obat di pasar, pun masih ada juga saudaranya yang menuduhnya telah sakit hati karena mendapatkan beberapa kali teguran dari para saudaranya. Nur hanya bisa menjawab, “O ya??? Mungkin saya sakit hati… tetapi saya tidak bisa berhenti untuk mencintai kalian. Selamanya. Senantiasa.”