Selasa, 10 Agustus 2010

NUR (episode ke dua) : ADAKAH PERATURAN DALAM CINTA?



Alkisah ada seorang ayah yang sedang sakit dan berbaring lemah di dalam kamarnya. Sehingga keadaan itu membuat para putra-putrinya sangat sedih. Karena mereka sangat menyayangi ayah mereka. Ayah yang selalu mengajarkan pada mereka makna dan arti hidup. Juga yang mengajari mereka untuk berkarya tanpa pamprih dan agar selalu ceria dan berbagi keceriaan dengan orang lain.

Nur, salah satu dari anaknya bertekad untuk mencari obat ke pasar untuk mengobati ayahnya. Pembawaannya yang tenang dan santun malah dikritik oleh saudaranya. “Hei, Nur… untuk mendapatkan obat untuk ayah kita, kau tidak boleh hanya diam saja. Teriak-teriak dan berserulah dengan lantang bahwa kau sedang mencari obat apa.” Demikianlah saudaranya menegur Nur untuk bersuara. Dan Nur yang diam jadi bersuara lantang, “Obat, obat, obat,… obat, obat, obat,…!” Demikianlah akhirnya Nur berseru lantang di sepanjang jalan menuju pasar.

Tetapi di tikungan jalan Nur berjumpa dengan saudaranya yang lain. “ Hei, Nur… apa kau sudah gila?! Kau membuat kita semua malu. Kau berteriak di sepanjang jalan seperti orang gila. Kau tahu ayah kita sedang sakit… setidaknya kamu tenang dan jangan berisik!”
Teguran itu membuat Nur jadi sedih… tapi hanya untuk sebentar saja. Dia mengucapkan salam dan terima kasih kepada saudaranya karena telah berkenan untuk menegurnya. Nur tidak bertanya yang benar itu saudaranya yang pertama atau yang kedua. Bagi dia keduanya adalah benar. Keduanya mengungkapkan kasih mereka pada dirinya dari sudut pandang yang berbeda. Kebenaran itu seperti apa? Kebenaran itu apa? Nur jadi teringat ayahnya juga pernah bercerita tentang si Mulla Nasrudin dan anaknya yang mau menjual keledainya ke pasar. Cerita itu membuat Nur tidak jadi bersedih lagi. Tidak bisa bersedih karenanya. Dan Nur melanjutkan perjalanannya sambil meloncat-loncat menari dengan ceria. Nur tertawa. Air matanya membasahi pipinya. Nur bahagia. Di alam pikirannya Nur hanya melihat ayahnya dimana-mana.

Sampai di tikungan jalan lainnya Nur berjumpa lagi dengan saudara tertuanya. Saudaranya memarahinya, “hei Nur, teganya kamu menari-nari dan tertawa hahahaha hihihihi sedang ayah kita sedang sakit dan terbaring lemah di dalam kamarnya? Nur hampir saja shok dan kehilangan keseimbangan. Nur tersenyum. Kemudian Nur mencium tangan saudaranya dan meninggalkannya dengan semakin tertawa sejadi-jadinya, menari sebebas-bebasnya menuju pasar. “Hahahaha hihihihi… oh Ayah, kebenaran ini sungguh membingungkan. Sungguh membingungkan tapi selalu bisa membuatku tertawa… membuatku bahagia. Lucu. Kebingungan ini sungguh lucu! Mungkin juga kebenaran itu juga lucu. Hahahahaha!”

Sekembalinya Nur dari membeli obat di pasar, pun masih ada juga saudaranya yang menuduhnya telah sakit hati karena mendapatkan beberapa kali teguran dari para saudaranya. Nur hanya bisa menjawab, “O ya??? Mungkin saya sakit hati… tetapi saya tidak bisa berhenti untuk mencintai kalian. Selamanya. Senantiasa.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar