Selasa, 10 Agustus 2010

NUR

Cerita ini hanyalah percakapan imajiner saja antara 'pir' yang sudah mulai membuka diri dengan 'Nur'. Pir mewakili pikiran yang mengandalkan nalar dan logika saja. Sehingga membutuhkan siraman cahaya Nur yang mewakili Nurani, Cahaya kebijaksanaan dalam diri, Suara goib, yang hanya bisa terasa dan terdengar kehadiran-Nya dengan sangat jelas kayak seruan muadzin di kala subuh, jika hanya engkau sudah mulai bangun... terjaga dari alam tidur dan segera cepat-cepat meninggalkan ranjang.
Keduanya sudah menyertaiku entah sejak mulai kapan-kapan. Dan kesukaanku adalah memperhatikan mereka dari singgasana Sang Sultan. Walaupun aku juga seringkali jatuh dari ketinggian-Nya tapi inilah kesukaanku dari dulu hingga sekarang. Bagaimana ya agar aku tak jatuh melulu dari singgasana itu...


Kali ini aku mendengar keluhan pir pada Nur...
"Oh, Nur...
hatiku sangat sedih, aku masih belum bisa menaklukkan ego dan panca indera beserta ke lima persepsinya..."

Beruntung, Nur... suara goib itu berkenan menanggapinya.
-Sahabat, engkau memang tidak perlu untuk menaklukkan siapa-siapa atau apa-apa. 'Aksi'mu untuk menaklukkan itu sudah pasti juga akan dibalas dengan re'aksi' yang sama pula.-

"Gimana dunk, Nur...?"

-Sadarilah saja engkau adalah tuannya. Dan tempatkanlah mereka-mereka itu pada tempat yang selayaknya bagi mereka yaitu sebagai abdi... pelayanmu.


Dan percakapan itu membuatku menoleh kembali dalam diri. Ternyata aku juga punya masalah yang sama serupa seperti pir.


Lagi-lagi pir mengeluh lagi.
"Nur... aku juga mudah tersinggung. Aku pernah mimpi ada orang yang menghinaku cuman spiritualitas kelas teri dan aku masih suka merasa jengkel.

-Hehehehe...-

"Nur, apakah aku juga harus mencium tangannya seperti aku mencium tangan-Mu?"

-Ya, nak... salamilah orang itu. Siapa tau dia seorang utusan yang diutus untuk menyadarkanmu. Tapi engkau juga tidak perlu terjebak dengan pernyataan orang lain. Orang itu sudah menyatakan kesimpulannya sendiri, engkau gak perlu ambil pucing deh dengan penilaiannya. Tetaplah sadar dalam jaga maupun mimpimu.Tetaplah rendah hati dan jangan terjebak dengan istilah tinggi rendah karena besok-besok engkaupun akan bingung dengan istilah yang diatas atau dibawah, didepan atau dibelakang, didalam atau diluar, dan sebagainya. Hehehehe... salamilah orang itu dan semua orang yang kau jumpai dalam perjalanan hidupmu... siapa tau diantara mereka ada juga para bijak yang bisa mewarnai hidupmu.-

"Terima Kasih, Nur...
Tapi bagiku cukuplah Engkau sajalah yang mewarnai hidupku."


Saat itu aku juga mendengar pir mengungkapkan perasaan dalam hatinya yang tak diutarakannya lewat kata-kata. Seperti juga halnya aku, Nur juga tau... Nur juga menyimaknya tanpa sepengetahuan pir.

"Terima Kasih... terima Kasih... terima Kasih, Nur. Cukuplah hanya Engkau. Aku tak membutuhkan yang lainnya lagi. Dalam perjalanan hidup ini Engkau sudah mewarnaiku dengan warna-warni pelangi cinta. Warna apa lagi yang mesti kucari? Tidak, Nur... bagiku Engkau begitu sempurna dan apa ada-Nya. Aku menyakini kebijaksanaan-Mu. Ijinkan aku selalu bersama-Mu." Seru pir dalam hatinya.


Entah apa yang terjadi... aku juga ikut menjadi trenyuh. Hatiku luluh. Entah sudah berapa masa kelahiran aku tak pernah menangis lepas, atau tertawa sejadi-jadinya. Kali ini aku berada diantara keduanya. Entah sudah berapa lama aku juga tak sowan pada-Mu, Nur... ahhh... .
Nur...
Nuuur... ♥ ♥ ♥

Tidak ada komentar:

Posting Komentar